Profil Ayat
Nama Surat : Yunus |
Nomor Ayat : 5 |
Nomor Surat : 10 |
Tema : |
Agroklimatologi Bulan Malam Matahari Siang Bumi Kosmologi Fisika Astronomi Geografi |
Jumlah Pengunjung : 107 |
Detail Ayat
Ayat |
﴿ هُوَ الَّذِيْ جَعَلَ الشَّمْسَ ضِيَاۤءً وَّالْقَمَرَ نُوْرًا وَّقَدَّرَهٗ مَنَازِلَ لِتَعْلَمُوْا عَدَدَ السِّنِيْنَ وَالْحِسَابَۗ مَا خَلَقَ اللّٰهُ ذٰلِكَ اِلَّا بِالْحَقِّۗ يُفَصِّلُ الْاٰيٰتِ لِقَوْمٍ يَّعْلَمُوْنَ ٥ ﴾ |
Terjemahan Kemenag 2019 |
Dialah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya.343) Dialah pula yang menetapkan tempat-tempat orbitnya agar kamu mengetahui bilangan tahun dan perhitungan (waktu).344) Allah tidak menciptakan demikian itu, kecuali dengan benar. Dia menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-Nya) kepada kaum yang mengetahui. 343) Allah Swt. menjadikan matahari dan bulan berbeda sifat fisisnya. Matahari bersinar karena memancarkan cahayanya dari proses reaksi nuklir di dalam intinya, sedangkan bulan bercahaya karena memantulkan cahaya matahari. |
Tafsir Sains |
Dalam ayat ini matahari disebut sebagai ďiyā' (bersinar), yang berarti benda langit ini memiliki cahaya yang dipancarkannya ke seluruh penjuru alam. Adapun bulan disebut dengan istilah nūr, yang bercahaya. Ungkapan ini mengisyaratkan bahwa bulan tidak memiliki cahayanya sendiri. Cahaya yang memancar darinya berasal dari cahaya matahari yang kemudian dipantulkan. Berbeda dari bulan, matahari merupakan ciptaan Allah yang memiliki cahaya sendiri. Dengan keadaannya yang berupa bola gas yang berpijar, benda ini mempunyai cahaya kuat yang dapat menerangi seluruh bagian ruang di lingkup tata surya.
Selain matahari, masih ada bintang-bintang lain yang juga memiliki cahaya. Bedanya, jaraknya yang sangat jauh membuat intensitas cahaya dari bintang-bintang ini yang sampai ke bumi tidak sekuat cahaya matahari. Pancaran dari pijaran gas yang terdapat di matahari demikian kuat sehingga tidak ada satu tempat pun yang tetap gelap ketika cahaya matahari menyinarinya.
Dengan perantaraan cahaya ini semua yang ada di tata surya dapat dilihat dengan jelas. Ungkapan pada ayat tersebut menegaskan bahwa Allah menciptakan bulan sebagai cahaya pada waktu malam dan matahari sebagai pelita atau penerang yang luar biasa. Penegasan demikian memang merupakan fenomena yang dapat dirasakan. Sebagai makhluk utama mestinya manusia dapat merasakan tujuan dari penciptaan tersebut. Dengan sikap demikian, pada akhirnya mereka akan semakin meyakini kebesaran dan kekuasaan Allah. Yang demikian itu karena semua perbuatan Allah dan penciptaan yang dilakukan oleh-Nya pasti disertai tujuan tertentu, bukan sesuatu yang sia-sia.
Benda langit dalam ruang tata surya tidak mempunyai cahaya sendiri. Ruang tata surya dapat dibayangkan setara dengan sebuah bola dengan radius 100 satuan astronomi atau 100 kali jarak bumi–matahari, sekitar 1,5 miliar kilometer. Cahaya bulan yang dapat kita saksikan pada malam hari berasal dari cahaya matahari yang dipantulkan oleh karang di permukaan bulan. Sekitar 7% cahaya matahari yang datang dipantulkan kembali ke ruang antarplanet dalam tata surya.
Andaikan matahari tiba-tiba padam maka mata manusia tak bisa mengenali bulan, asteroid, planet, juga komet. Seperti bulan, planet bumi bila dilihat dari ruang angkasa juga tampak bercahaya. Cahaya planet bumi juga berasal dari pantulan cahaya matahari oleh angkasa, daratan, dan lautan di permukaan bumi. Malam hari di planet bumi menunjukkan bahwa kita berada di sisi balik planet bumi yang terlindung dari sorotan cahaya matahari. Angkasa tampak biru pada siang hari karena menyebarkan cahaya biru dari matahari. Pada malam hari langit tampak hitam, gelap gulita, karena tidak ada cahaya matahari yang dihamburkan. Kondisi langit yang gelap ini memungkinkan tampaknya bintang dan planet yang lemah cahayanya. Siang-malam mengubah sua sana kehidupan yang sangat berbeda. Bayang-bayang di planet bumi itu mengubah suasana dari panas terik dan terang benderang menjadi teduh dingin dan kelam.
Di samping itu, Matahari memiliki beragam manfaat, salah satunya sebagai penunjuk waktu. Fenomena demikian ini dimungkin kan karena pergerakan bumi pada porosnya dan peredaran bumi mengi tari matahari merupakan perputaran yang bersifat tetap. Perputaran bumi pada porosnya menyebabkan mata hari tampak terbit dan terbenam. Karena bumi mengelilingi matahari dengan sumbu rotasi yang miring 23,5 derajat, maka bumi mengalami perubahan musim secara berkala. Keadaan ini kemudian dimanfaatkan untuk pedoman penentuan waktu. Masa edar itu disebut satu tahun, yang lamanya 365 hari lebih sedikit.
Frasa ‘adadus sinīn terdiri dari dua kata: ‘adad dan sinīn. Kata yang pertama merupakan bentuk mașdar dari kata kerja ‘adda – ya‘uddu – ‘addan – ‘adadan, yang artinya menghitung. Dengan demikian, ‘adad berarti hitungan. Ada pun yang kedua merupakan bentuk jamak (plural) dari sinn atau sanah, yang artinya tahun. Dengan makna etimologi yang seperti ini maka istilah ‘adadus sinīn dapat diartikan “hitungan tahun-tahun”.
Tahun adalah satuan hitungan waktu yang biasa dipergunakan manusia untuk mengetahui perjalanan masa dalam kehidupan mereka. Dalam menghitung waktu ini mereka berpedoman kepada matahari dan bulan. Penetapan ini didasarkan pada pengamatan yang dilakukan terhadap keduanya dalam waktu yang cukup lama. Dari penelitian yang dilakukan diketahui bahwa keduanya merupakan benda langit yang bergerak dalam orbitnya secara pasti dan dalam kurun waktu yang tetap. Karena itu, menjadikan keduanya sebagai pedoman waktu merupakan ijtihad yang tepat dan disepakati secara umum. Sejak penetapan ini, sebagian besar manusia di planet bumi sepakat untuk menggunakannya sebagai hitungan waktu, yang disebut kalender, seperti yang ada saat ini.
Matahari oleh ayat ini disebut sebagai ďiyā', sesuatu yang bersinar, karena benda langit ini memiliki cahayanya sendiri. Adapun bulan disebut nūr, karena bulan ini tidak memiliki sumber cahaya sendiri. Selanjutnya, Allah menegaskan pula bahwa bulan yang beredar mengelilingi bumi telah ditetapkan posisi-posisinya. Kedudukan-kedudukannya di angkasa selalu tetap dalam keadaannya mengelilingi bumi. Ketika bumi bergerak mengelilingi matahari, maka bulan juga bergerak mengelilingi bumi dan bersamaan dengan itu mengelilingi matahari.
Sumber cahaya merupakan benda material yang memiliki kumpulan besar partikel elementer yang tereksitasi karena kenaikan suhu, seperti elektron dan bahan penyusun dasar lainnya. Sumber cahaya terpenting bagi kita, penduduk Bumi, adalah matahari, yang bahan bakarnya adalah proses fusi nuklir. Lampu listrik menghasilkan cahaya dengan memanaskan kawat logam, dan semakin tinggi suhunya, semakin besar jumlah cahaya yang dipancarkan dan semakin tinggi frekuensi gelombangnya. Sedangkan bulan dan benda lain di tata surya kita merupakan benda gelap dan dingin yang tidak memiliki cahaya, namun dapat terlihat karena kemampuannya memantulkan sinar matahari dan tampak bercahaya. Inilah perbedaan antara sinar matahari dan cahaya bulan, yaitu hamburan sinar matahari pada permukaannya oleh gaya yang diberikan oleh medan elektromagnetik pada permukaannya. Muatan listrik terkandung dalam segala bentuk materi. Medan elektromagnetik yang berosilasi dari sinar matahari menciptakan gaya periodik yang menekan setiap muatan elektronik, menyebabkannya bergerak secara terkoordinasi dengan frekuensi gelombang spektrum putih.
Keakuratan ekstrem dalam membedakan antara cahaya yang memancar dari benda yang menyala, terbakar, dan bercahaya, dan jatuhnya cahaya ini ke benda yang dingin dan gelap serta pantulannya sebagai cahaya dari permukaannya, tidak mungkin mempunyai sumber selain dari Allah Sang Pencipta.
Perbedaan halus ini tidak dipahami oleh para ilmuwan kecuali pada dua abad yang lalu, dan masih pada zaman kita, banyak orang yang tidak menyadarinya. Maha Suci Allah yang menurunkan Al-Qur'an yang Mulia dengan ilmu-Nya kepada Nabi Muhammad SAW. Allah berjanji untuk menjaga Al-Qur’an selama empat belas abad atau lebih dalam bahasa wahyu yang sama (bahasa Arab) tanpa menambahkan atau mengurangi satu huruf pun. Allah simpan di dalamnya pancaran cahaya kebenaran alam semesta dan hukum-hukum-Nya sebagai saksi kebenaran-Nya. Sekaligus sebagai pembuktian bagi manusia di zaman kita dan manusia di setiap zaman yang akan datang hingga hari kiamat. |
Referensi |
Tim Penyusun, Manfaat Benda-Benda Langit Dalam Perspektif Al-Qur’an dan Sains, (Jakarta: Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an Kemenag RI, 2012), 55-56, 71-73. Zaghlūl al-Najjār, Tafsīr al-Āyāt al-Kawniyyah fī al-Qur’ān al-Karīm, Cet. 1 (Kairo: Maktabatu al-Syurūq al-Dauliyyah, 2007), Vol. 1, 335-339. |