Kembali

Profil Ayat

Nama Surat : An-Naml
Nomor Ayat : 18
Nomor Surat : 27
Tema :
Hewan Zoologi
Jumlah Pengunjung : 32

Detail Ayat

Ayat
﴿ حَتّٰىٓ اِذَآ اَتَوْا عَلٰى وَادِ النَّمْلِۙ قَالَتْ نَمْلَةٌ يّٰٓاَيُّهَا النَّمْلُ ادْخُلُوْا مَسٰكِنَكُمْۚ لَا يَحْطِمَنَّكُمْ سُلَيْمٰنُ وَجُنُوْدُهٗۙ وَهُمْ لَا يَشْعُرُوْنَ ١٨ ﴾
Terjemahan Kemenag 2019

hingga ketika sampai di lembah semut, ratu semut berkata, “Wahai para semut, masuklah ke dalam sarangmu agar kamu tidak diinjak oleh Sulaiman dan bala tentaranya, sedangkan mereka tidak menyadarinya.”

Tafsir Sains

Dari referensi kosmik yang disebutkan dalam surat An-Naml, kita dapat memilih salah satunya untuk dibahas, yaitu bahwa semut—seperti burung dan makhluk ciptaan Allah lainnya—memiliki kesadaran, persepsi, ingatan, serta kemampuan untuk mengekspresikan diri, memahami, berkomunikasi, bertukar informasi, memberikan perintah, dan menerimanya dari individu lain. Penelitian ilmiah tentang perilaku hewan menegaskan hal ini.

 

Masyarakat semut telah lama dikenal memiliki beberapa ciri khas yang menunjukkan bahwa mereka adalah komunitas yang terorganisir, dengan sistem pemerintahan yang tepat, penuh kecerdasan, ingatan kuat, cinta kerja, ketekunan, dan perjuangan tanpa lelah. Mereka juga menunjukkan kecerdikan dalam berbagai hal, seperti menguburkan semut-semut yang mati dan mengadakan pertemuan rutin untuk bertukar barang dan informasi. Saat mereka berkumpul, mereka terlibat dalam percakapan yang menarik, menanyakan berbagai hal terkait urusan mereka.

 

Contoh lain dari kekompakan komunitas semut adalah kemampuan mereka untuk melaksanakan proyek kolektif, seperti membangun jalan-jalan panjang dengan kesabaran dan ketekunan yang luar biasa. Mereka tidak hanya bekerja di siang hari, tetapi juga melanjutkannya pada malam-malam yang diterangi bulan. Namun, pada malam yang gelap, mereka tetap tinggal di koloninya.

 

Anggota komunitas semut ini memiliki cara yang unik dalam mengumpulkan, membawa, menyimpan, dan mengawetkan makanan. Jika semut tidak mampu membawa makanan dengan mulutnya karena ukurannya yang besar, ia akan menggerakkannya dengan kaki belakangnya. Mereka bahkan memecah benih besar sebelum disimpan agar tidak berkecambah, dan jika benih menjadi basah karena hujan, mereka akan mengeluarkannya untuk dijemur di bawah matahari.

 

 Isyarat-Isyarat Ilmiah dari Ayat ini:

 

Pertama: Semut Hidup dalam Kelompok yang Terorganisir 

Fakta ini ditunjukkan oleh nama surat dan ayat yang kita bahas. Nama suratnya berbentuk jamak (semut), berbeda dengan surat lainnya seperti Surat Al-Ankabut (laba-laba), karena laba-laba hidup menyendiri, sedangkan semut hidup dalam kelompok. Jika semut terpisah dari kelompoknya, ia akan mencari kelompok lain atau mati. 

 

Ayat ini menggunakan istilah "lembah semut", menunjukkan bahwa semut hidup dalam koloni yang anggotanya bisa mencapai puluhan juta, dengan sistem organisasi yang ketat. Mereka menjalankan tugas-tugasnya dengan disiplin dan dedikasi yang luar biasa, lebih dari banyak manusia.

 

Komunitas semut dimulai dari ratu yang telah dibuahi, yang bertanggung jawab atas penetasan telur hingga menjadi semut dewasa. Para pekerja, yang mayoritas adalah semut betina, menjalankan tanggung jawab penuh dalam koloni, sementara semut jantan hanya berperan dalam pembuahan. Setelah pembuahan, semut jantan segera mati, dan ratu yang dibuahi terus mengatur komunitasnya hingga bertahun-tahun. Umur semut pekerja berkisar antara empat hingga tujuh tahun.

 

Kedua: Semut Memiliki Bahasa Mereka Sendiri 

Fakta ini juga dikuatkan oleh firman Allah dalam ayat yang kita bahas. Nabi Sulaiman mendengar dan memahami bahasa semut melalui karunia Allah. Meskipun manusia telah mencoba menguraikan kode komunikasi semut melalui berbagai metode ilmiah, hasilnya tetap parsial dan spekulatif. 

 

Bahasa semut terdiri dari beberapa bentuk komunikasi:

   - Bahasa Kimia: Semut mengeluarkan zat kimia yang memiliki arti tertentu, seperti perintah atau peringatan. Zat ini disebut "sekresi pelacak" atau "sekresi alarm".

   - Bahasa Kinestetik: Dilakukan melalui gerakan kaki, perut, dan antena.

   - Bahasa Fonetik: Para ilmuwan mendeteksi getaran suara yang dihasilkan semut, meskipun masih terbatas pada suara yang bisa didengar dan dipahami Nabi Sulaiman.

Penelitian modern menunjukkan bahwa semut memiliki kemampuan luar biasa dalam berkomunikasi dengan lebih dari satu bahasa, baik dengan sesama semut maupun dengan makhluk lainnya. Teknologi ilmiah saat ini baru mampu mendeteksi beberapa fenomena dari komunikasi mereka, seperti gerakan dan suara, tetapi bahasa semut secara keseluruhan masih menjadi misteri besar.

 

Demikianlah semut, meskipun ukurannya kecil, memainkan peran penting dalam menjaga keseimbangan ekosistem, membantu penyerbukan bunga, dan menyebarkan benih.

 

Ketiga: Semut Memiliki Derajat Kecerdasan, Kesadaran, Persepsi, dan Perasaan

Fakta ini ditegaskan dalam ayat mulia yang menggambarkan bagaimana semut mengenali Nabi Sulaiman ‘alaihis-salam dan para prajuritnya. Sang ratu semut memperingatkan kaumnya agar tidak terinjak oleh kuda-kuda para prajurit. Nasihatnya kepada semut-semut lainnya untuk segera masuk ke sarang mereka menunjukkan kesadaran akan bahaya yang mengintai. Semut juga memahami bahwa salah satu sifat kenabian adalah kasih sayang terhadap makhluk ciptaan, sehingga sang ratu menambahkan, "Sulaiman dan tentaranya tidak akan membinasakan kalian padahal mereka tidak menyadari," menunjukkan bahwa mereka sadar bahwa di antara sifat-sifat orang mukmin adalah kelembutan dan kepedulian terhadap makhluk lain.

Jika ada hal yang terjadi di luar dugaan, maka itu bukan kesengajaan, melainkan akibat dari ketidaksadaran mereka. Penelitian ilmiah mengenai perilaku hewan telah mengonfirmasi semua fakta ini.

 

Semut, seperti makhluk hidup lainnya, memiliki naluri bawaan yang memberi mereka tingkat kecerdasan, kesadaran, persepsi, dan perasaan yang memungkinkan mereka mengenali benda, tempat, waktu, dan individu di sekitar mereka. Kemampuan ini juga membantu semut membedakan antara bahaya dan peluang, serta mengatur kehidupan sosialnya dengan seperangkat aturan yang tegas.

 

Al-Qur'an dan hadits-hadits Nabi Muhammad SAW juga menegaskan bahwa semut, seperti makhluk lainnya, diciptakan dengan fitrah untuk mengenal Allah sebagai Tuhan yang Esa, Pencipta, dan Pemelihara mereka, tanpa sekutu. Mereka memuji dan menyucikan-Nya dengan cara yang tidak dipahami manusia, namun mereka merasakannya, memahaminya, dan hidup dengannya.

 

Pengakuan semut terhadap Nabi Sulaiman menunjukkan kesopanan dan penghormatan yang luar biasa kepada kedudukan kenabian yang Allah berikan kepada hamba-Nya yang saleh. Ini adalah anugerah ilmu dari Allah kepada makhluk-Nya, yang diberikan sesuai dengan peran masing-masing dalam kehidupan, dalam batas-batas yang telah Allah tentukan bagi setiap makhluk yang vital keberadaannya di bumi.

Oleh karena itu, Nabi Sulaiman tersenyum ketika mendengar pernyataan sang semut, yang beliau pahami dengan ilmu yang Allah karuniakan. Beliau kagum akan kebesaran Allah yang telah memberikan pemahaman, hikmah, dan kesadaran kepada makhluk kecil seperti semut. Beliau kemudian berdoa kepada Allah agar senantiasa bersyukur atas nikmat yang diberikan kepada beliau dan orang tua beliau, membimbing beliau untuk melakukan amal shaleh yang diridhai, dan memasukkan beliau ke dalam surga bersama hamba-hamba Allah yang saleh.

 

Bukti lain dari kecerdasan dan kesadaran semut terlihat dari keteraturan masyarakat mereka, distribusi pekerjaan di antara anggota-anggotanya, pembangunan sarang, pengorganisasian pintu keluar-masuk, serta keterampilan mereka dalam berburu, mengumpulkan, menyimpan, dan merawat makanan. Mereka bahkan mampu menanam beberapa tanaman, seperti jamur, serta melindunginya dari mikroba dengan mengeluarkan antibiotik, dan hidup dalam simbiosis dengan serangga lain seperti kutu daun dan kumbang.

 

Fakta-fakta ini baru diketahui oleh ilmu pengetahuan manusia pada dekade-dekade akhir abad ke-20, sementara Al-Qur'an telah mengungkapkannya lebih dari empat belas abad yang lalu, pada masa ketika manusia belum memiliki pengetahuan tentang hal-hal tersebut. Ini menegaskan bahwa Al-Qur'an bukanlah ciptaan manusia, melainkan firman Allah, Sang Pencipta, yang diturunkan dengan ilmu-Nya kepada Nabi terakhir dan rasul-Nya, Muhammad SAW.

Referensi

Zaghlūl al-Najjār, Tafsīr al-Āyāt al-Kawniyyah fī al-Qur’ān al-Karīm, Cet. 1 (Kairo: Maktabatu al-Syurūq al-Dauliyyah, 2007), Vol. 2, 369-375.