Kembali

Profil Ayat

Nama Surat : Al-Qiyamah
Nomor Ayat : 3-4
Nomor Surat : 75
Tema :
Penciptaan Manusia
Jumlah Pengunjung : 43

Detail Ayat

Ayat
﴿ اَيَحْسَبُ الْاِنْسَانُ اَلَّنْ نَّجْمَعَ عِظَامَهٗ ۗ ٣ بَلٰى قٰدِرِيْنَ عَلٰٓى اَنْ نُّسَوِّيَ بَنَانَهٗ ٤ ﴾
Terjemahan Kemenag 2019

3.  Apakah manusia mengira bahwa Kami tidak akan mengumpulkan (kembali) tulang-belulangnya?

4.  Tentu, (bahkan) Kami mampu menyusun (kembali) jari-jemarinya dengan sempurna.

Tafsir Sains

Ayat mulia di atas menegaskan bahwa struktur sidik jari adalah salah satu hal yang membedakan setiap individu. Secara etimologis, sidik jari merujuk pada ujung-ujung jari, dan telah terbukti secara ilmiah bahwa pola sidik jari unik untuk setiap orang. Inilah sebabnya pihak berwajib menggunakan sidik jari untuk tujuan keamanan internasional.

Pengingkaran orang-orang kafir Quraisy mengenai kebangkitan di hari kiamat dijawab dalam Al-Qur'an dengan penegasan bahwa Allah Maha Kuasa untuk mengumpulkan kembali tulang-tulang yang telah hancur. Allah menunjukkan bahwa Dia tidak hanya mampu mengumpulkan tulang-tulang yang telah usang, tetapi juga mampu menciptakan dan menyelaraskan kembali struktur sidik jari, yang membedakan setiap individu dengan jelas, terlepas dari kecelakaan atau keadaan yang mungkin menimpanya.

Pada tahun 1823, seorang ahli anatomi Ceko bernama Purkinje menemukan bahwa garis-garis halus di ujung jari berbeda dari satu orang ke orang lain. Ia mengidentifikasi tiga jenis pola sidik jari: busur, lingkaran, dan simpul, serta bentuk keempat yang disebut senyawa, karena tersusun dari berbagai bentuk.

Pada tahun 1858, ilmuwan Inggris William Herschel menunjukkan bahwa sidik jari berbeda-beda menurut pemiliknya, menjadikannya tanda unik bagi setiap individu. Pada tahun 1877, Dr. Henry Faulds menemukan metode untuk mencetak sidik jari di atas kertas menggunakan tinta mesin cetak. Pada tahun 1892, Dr. Francis Galton menyatakan bahwa pola sidik jari setiap orang tetap sama sepanjang hidup, tidak berubah meskipun ada keadaan darurat. Mumi Mesir yang ditemukan menunjukkan bahwa sidik jari dapat terpelihara dengan baik.

Galton membuktikan bahwa tidak ada dua orang di dunia yang memiliki pola sidik jari yang sama. Lengkungan pada sidik jari muncul pada janin saat berusia antara 100 dan 120 hari di dalam rahim ibu.

Pada tahun 1893, Komisaris Scotland Yard, Edward Henry, mengembangkan sistem klasifikasi sidik jari. Ia mengelompokkan sidik jari menjadi delapan tipe utama dan menganggap bahwa sepuluh jari pada tangan adalah satu unit lengkap dalam mengklasifikasikan identitas seseorang. Pada tahun yang sama, sidik jari mulai dianggap sebagai bukti kuat di departemen kepolisian Scotland Yard, sebagaimana tercantum dalam Encyclopedia Britannica. Penelitian lebih lanjut terhadap berbagai ras manusia tidak pernah menemukan dua sidik jari yang identik. Sidik jari terbentuk pada janin pada bulan keempat dan tetap stabil serta unik sepanjang hidup. Pola sidik jari terbentuk dari pertemuan lapisan dermis dan epidermis, dan kelengkungan ini berbeda antara satu orang dengan yang lain.

Ayat dalam Al-Qur'an menyebutkan hubungan antara individu dan sidik jarinya yang unik, yang baru disadari perannya dalam identifikasi pada abad kesembilan belas, ketika sistem klasifikasi sidik jari dikembangkan oleh Komisaris Scotland Yard, Edward Henry, pada tahun 1893. Sidik jari setiap jari dapat digolongkan menjadi satu dari delapan jenis utama, dan sepuluh jari tangan dianggap sebagai satu kesatuan yang utuh dalam mengklasifikasikan identitas seseorang.

Dalam Surat Al-Qiyamah, Al-Qur'an berbicara tentang menciptakan kembali semua sidik jari, bukan hanya satu. Kata “Al-Banan” berarti jumlah jari, menunjukkan bahwa sidik jari merupakan tanda kebesaran Allah. Sidik jari mengandung rahasia ciptaan-Nya dan menjadi saksi terhadap individu tanpa ambiguitas, menjadikannya bukti yang nyata dan tak terbantahkan tentang identitas seseorang.

Referensi

Abdullāh bin ‘Abd al-‘Azīz al-Muṣlih, al-I‘jāz al-‘Ilmī fī al-Qur’ān wa al-Sunnah, (Mekah: al-Hay’ah al-Ālamiyyah lī al-I‘jāz al-‘Ilmī fī al-Qur’ān wa al-Sunnah - Rābiṭatu al-Ālam al-Islāmī, 2014), 66-68.